Langsung ke konten utama

Merekalah Orang-Orang yang Cerdas



Bagaimana pendapat kita saat ditanya tentang apa itu cerdas? Ada yang bilang cerdas itu kalau juara umum dari SD sampai kuliah. Nggak sedikit juga yang menganggap kalau cerdas itu yang berhasil lulus kuliah cepat plus indeks prestasi cumlaude plus bekerja di perusahaan multinasional atau jadi PNS. Bahkan ada yang berpendapat kalau orang cerdas itu mereka yang berprofesi sebagai ilmuwan.

Pendapat-pendapat tersebut boleh-boleh saja karena cara pandang setiap orang terhadap sesuatu tentunya beda-beda. Tapi sejatinya ada pakem tersendiri tentang kecerdasan. Cerdas tentang kehidupan dunia penting tapi jangan lewatkan kecerdasan yang sesungguhnya.


Cerdas yang sesungguhnya


Pernah nggak sih terbersit dalam hati kita rasa iri melihat teman yang menurut kita cerdas? Golongan cerdas yang berhasil dalam pendidikannya. Selalu juara pertama dan menempati posisi best of the best dalam setiap kesempatan atau bahkan pada teman di dunia kerja.


Well, iri dalam pencapaian dunia memang sering menghiasi hati kita karena manusia memang kerap tidak bersyukur dan melakukan dosa. Tapi sayangnya apa yang seharusnya kita lakukan bukan iri pada kecerdasan seseorang di kehidupan dunianya karena itu adalah kecerdasan yang semu.


Suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang orang mukmin yang cerdas. Kemudian Beliau menjawab bahwa orang yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah orang-orang yang cerdas. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah.


Dari hadits tersebut kita tahu bahwa cerdas yang sesungguhnya bukan terkait ilmu dunia melainkan ilmu akhirat. Punya bekal yang cukup untuk perjalanan panjang menuju keabadian. Jadi kalau kita ingin jadi orang cerdas, kita harus sering mengingat kematian dan punya persiapan yang baik dalam menghadapinya.


Lemahnya tubuh putihnya rambut


Apa sih fungsi alarm yang biasa ada di telepon genggam kita? Salah satu fungsinya adalah sebagai pengingat. Membantu kita agar tidak lupa tentang kegiatan yang akan dilakukan. Alarm bisa berperan untuk mengingatkan kita akan schedule harian.


Pernahkah kita berpikir bahwa kita pun punya alarm lain yang Allah Azza wa Jalla buat untuk kita. Alarm untuk mengingatkan sesuatu yang pasti akan terjadi. Pasti akan menimpa siapapun di dunia tanpa terkecuali. 


Semakin bertambah usia seseorang tubuhnya akan semakin lemah. Betul nggak sih? Belum pernah ada, orang yang semakin menua semakin bugar dan semakin kuat kondisi tubuhnya. Malahan muncul keriput di sana sini juga muncul uban. Ini merupakan bentuk peringatan dari Allah Azza wa Jalla untuk kita semua bahwa kita sedang berjalan menuju kematian.


Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Kita sebagai makhluknya sudah diberi peringatan bahwa kita sedang berjalan menuju sebuah pintu kehidupan abadi. Pintu yang akan menjadi titik awal kehidupan akhirat. Di sana hanyalah mereka yang berbekal yang akan selamat.


Meskipun ajal seseorang tidak ada yang tahu, bisa menimpanya kapan saja tanpa harus menjadi tua dan diingatkan terlebih dahulu. Bisa saja terjadi kapan pun tanpa melalui fase lemahnya tubuh dan putihnya rambut. Maka marilah kita bersiap.


Mati itu pasti, tapi…


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah memberikan kita petunjuk bagaimana cerdas yang sesungguhnya. Beliau telah membocorkan pakem kecerdasan yang tepat untuk seorang mukmin. Maka janganlah kita melewatkan kesempatan emas ini.


Sering mengingat kematian membuat kita sadar bahwa kehidupan dunia sementara sedangkan kehidupan akhirat selamanya. Jadi kita harus bersiap dan punya bekal yang cukup untuk menghadapinya sehingga kita selamat setelah mati dan berhasil menggapai kenikmatan surga yang mana derajat terendahnya besarnya sepuluh kali kenikmatan dunia.


Yap, ibarat kalau beberapa waktu ke depan kita mau ikut olimpiade dan kita ingin menyabet medali emas, pasti kita akan berusaha sekeras mungkin untuk bersiap memberikan yang terbaik untuk olimpiade tersebut. Latihan setiap hari, mengukur kemampuan lawan, menjaga kesehatan, dan persiapan lainnya.


Nah, sama juga ketika kita mempersiapkan bekal untuk kematian dan fase setelahnya. Namun sayangnya hanya Allah Azza wa Jalla yang tahu kapan kematian menjemput. Walaupun fakta itu ada di depan mata kita, namun masih banyak dari kita yang tidak mengindahkannya. Tertipu dengan kehidupan dunia dan lupa kehidupan abadi di akhirat.


Maka dari itu, kita tidak boleh lengah karena kita tahu mereka yang cerdas adalah yang mengingat kematian dan memiliki bekal yang baik setelahnya. Hendaknya kita selalu mempersiapkan peristiwa penting yang akan menghampiri kita itu.


Hari demi hari teruslah bersiap dan jangan sampai lalai dan lengah. Ya karena mati itu pasti tapi bekal dalam menghadapinya adalah tergantung dari kita. Cukup atau kurang bekal yang kita bawa untuk perjalanan setelah kematian.


Terus beramal saleh waktu demi waktu dengan selalu mengharap pertolongan dari Allah Azza wa Jalla adalah kunci. Agar ketika suatu saat iman kita lemah, kita masih bisa bangkit untuk terus berjuang.



Referensi:

E-book Muhasabah Jiwa karya Dr. Firanda Andirja




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penting Untuk Dibaca Buat yang Suka Overthinking

Kadang-kadang yang namanya manusia suka overthinking ya. Berlebihan mikir gitu lho. Gimana kalau gini terus gimana kalau gitu. Bisa jadi kalau yang single dan ingin menikah, kepikiran nanti bakalan nikah sama siapa. Terus bisa nggak ya pasangannya menerima kelebihan dan kekurangannya. Nanti kalau nggak bisa bakal gimana ya rumah tangganya? Kalau yang anak sekolahan atau kuliahan bisa jadi overthinkingnya tentang gimana kalo sekolahnya atau kuliahnya susah, nanti bakal lulusnya gimana, kerja dimana, terus bisa memenuhi keinginan orang tuanya atau nggak, dan sebagainya. Sebagai orang tua pun kadang overthinking. Misalnya aku sebagai seorang ibu kadang-kadang kepikiran gimana ya nanti kalau anakku sudah besar, apakah dia bisa menjaga dirinya sendiri di zaman seperti ini zaman yang penuh fitnah? Aku rasa aku nggak sendirian menjadi orang tua yang overthinking. Banyak ibu-ibu juga bapak-bapak yang berpikir yang sama denganku. Memiliki kekhawatiran tersendiri untuk buah hati mereka. Ya yang

Aku Ingin Menyerah, Tapi...

  Tiba-tiba air mata menetes membasahi pipi. Dada terasa nyeri dan sesak. Sudah berminggu-minggu, aku berada dalam kondisi yang tak menentu. Jantungku berdebar ketakutan tiap kali suara nafas yang semakin berat itu terdengar olehku. Memori buruk menyeruak menjadikanku berpikir berlebihan. Sore itu aku harus pergi meninggalkan zona nyamanku. Dengan persiapan yang seadanya, aku pergi dan berharap semua akan segera baik-baik saja sehingga aku segera kembali. Kukira kepergianku hanya sebentar. Namun, nyatanya Allah Subhanahu wa ta'ala  berkehendak lain. Aku mengeluh dan merasa berat. Aku mengadu pada Dia Yang Maha Kuasa. Mengapa aku harus ada di posisi seperti ini? Aku lelah Ya Allah. Aku merasa berat dan tidak ingin berada di posisi seperti ini. Aku merasa ingin menyerah. Berbagai skema "andai saja" muncul di kepalaku. Berangan-angan andai tidak begini dan begitu pasti aku tidak akan ada di masa sulit ini. Tapi ternyata semua itu percuma. Hai diriku! Percuma kamu berandai-an

Mencetak Generasi Terbaik Bersama Semen Baturaja

Yang namanya manusia tidak lepas dari keinginan. Bener nggak sih ? Namun ada yang sekedar ingin tetapi tidak memperjuangkan keinginannya. Di sisi lain ada yang berjuang untuk merealisasikan keinginan itu. Ya kalau kita bisa bilang keinginan yang diperjuangkan itu ada yang berwujud sebagai  impian maupun cita-cita. Hal Besar Dalam Hidup Teman-teman tentunya pernah melewati hal besar dalam hidup bukan? Tak jarang hal itu membuat kita menjadi berbenah dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bahkan impian-impian besar dapat terlahir dari kondisi yang menurut kebanyakan orang tidak ideal. Di tahun 2019 aku menikah dengan seorang lelaki yang sudah kukenal sejak lama karena kami satu SMA. Kebahagiaan terus menyelimuti hingga tahun berikutnya. Alhamdulillah bayi laki-laki mungil lahir dari rahimku setelah begitu banyak perjuangan dilakukan.  Sayangnya kami hanya bersama kurang dari 48 jam. Di usianya yang belum genap 2 hari, kami harus terpisah. Pagi itu tiba-tiba suamiku berteriak memanggil