Langsung ke konten utama

Me time, biar waras? Bukti self love?



Suatu malam, saya seperti ditampar, dibangunkan dari angan-angan yang ternyata bisa menyeret saya ke panasnya api neraka. Gimana enggak? Pandangan saya sejauh ini nyatanya melenceng dari yang seharusnya. Ibarat kalau kita naik mobil mau pergi dari Malang ke Surabaya, nyasar dulu lewat Blitar. Hari itu, alhamdulillah Allah Ta’ala mudahkan untuk ikut salah satu taman surga, BRANGKAT, kelanjutan program dauroh parenting dari Mujahadah Parents Project dan inisiatif ummahat alumni KUPAS.


Isu Penting


Bu ibu semua, pastinya udah nggak asing sama istilah yang satu ini. Me time. Waktu untuk diri sendiri, kurang lebih begitu artinya. Coba kita kulik si me time ini. Isu me time menjadi penting saat adanya peran baru yang diemban yang mana udah nggak lagi self centered. Bener nggak?


Dulu sewaktu masih single, belum berkeluarga, menikmati mandi dan rebahan di kasur bukan hal yang istimewa untuk dilakukan. Mau mandi sambil luluran bebas aja. Nah kalau sekarang sewaktu sudah jadi ibu, ke kamar mandi aja bakal ada yang ngintilin. Baru masuk kamar mandi nutup pintu, anak udah teriak panggil-panggil. Gimana mau tenang di kamar mandi?


Nggak jauh beda sama rebahan. Kalau dulu, mau mbangkong juga terserah. Sekarang, nggak bisa tenang rebahan karena anak pasti ingin main terus sama ibunya. Ingin selalu dekat dan diperhatikan. Ada aja aksi gemasnya. Mulai dari ambil buku terus ditimpukin ke wajah alias maksudnya pengen dibacain buku. Kadang juga kaki ditarik-tarik pingin main bola sepak. Jadi rasanya nggak akan ada waktu untuk diri sendiri. 


Jadi kalau saya boleh mendefinisikannya me time adalah waktu dimana kita bisa bebas melakukan suatu kegiatan tanpa distraksi. Bisa mandi dengan tenang, belanja di supermarket melewati setiap lorong sambil lihat diskonan, ikut kajian dengan tenang dan berhasil membuat rangkuman utuh, atau mungkin pergi ke rumah kecantikan untuk perawatan.


Me time itu memang dibutuhkan. Namanya manusia ada jenuh dan lelahnya. Butuh waktu untuk dirinya sendiri. Kalau kata netijen tuh me time biar waras. Biar nggak stres, nggak sedeng. Bahkan ada juga yang bilang salah satu bukti kita mencintai diri kita itu ya dari me time. Nggak sedikit juga yang bilang kalo me time itu waktu ketika anak lagi nggak “gangguin” ibunya.


Tertampar


Mungkin banyak dari ibu-ibu yang sependapat sama saya. Bukan saya cari teman untuk membela diri, tapi nyatanya memang apa yang ada di pikiran saya saat itu (sebelum ditampar dan bangun dari mimpi) kemungkinan besar juga ada di pikiran ibu-ibu semua. Ini bukan asumsi saya ya, tetapi memang demikian. 


Sebenarnya apa sih makna dari me time itu? Apakah benar me time itu waktu untuk diri kita? Waktu dimana kita bisa menghabiskannya semau kita? Sesuka kita? Coba kita breakdown si me time ini. Yuk kita telaah kembali. Siapa sih yang punya waktu? Apakah kita yang punya waktu? Jawabannya tentu bukan. Waktu adalah mahluk Allah. Maka pemilik waktu adalah Allah. Jadi kalau kita diberi waktu, artinya kita sedang diberi nikmat oleh Allah, yakni nikmat waktu. Kita tidak ikut memiliki si waktu tersebut.


Seumpama kita dititipin permata atau berlian yang harganya milyaran. “Bu, saya titip berlian ini ya ke ibu.” Lalu apa yang kita lakukan? Pasti bakal jaga itu berlian jangan sampe kenapa-kenapa. Contoh lain misalnya kalau kita diminta buat nyetirin mobil milik teman SUV keluaran terbaru. Bakal hati-hati nggak kita buat nyetir mobil itu? Pastinya iya karena akan takut lecet atau nabrak.


Jadi bu-ibu, sama halnya dengan waktu. Kita tidak ikut memiliki waktu karena ia milik Allah. Makhluk ciptaan Allah. Kita di sini berperan sebagai yang diberi amanah waktu. Konsekuensinya apa? Ya kita harus menjaga waktu itu dengan baik. Jangan kufur terhadap waktu yang kita miliki.


Sedih yang saya rasakan saat teringat perilaku saya yang begitu menyepelekan nikmat yang satu ini. Saya seperti ditampar. Ya, ternyata selama ini saya salah dalam memaknai waktu. Seolah-olah waktu milik saya, padahal nyatanya bukan. Tidak mempergunakannya dengan baik, tidak bersyukur atas nikmat tersebut, padahal ketika di akhirat nanti, Allah akan meminta pertanggungjawaban dari waktu yang telah kita gunakan.


Jadi harus gimana bu?


Tentunya yang harus kita lakukan adalah kembali kepada Allah. Kita bertaubat. Memohon ampun kepada Allah, meminta agar Allah mengampuni dosa kita. Dosa tidak bersyukur atas nikmat waktu dan lalai darinya. Menuntut untuk memiliki waktu dimana kita bisa bebas menggunakannya sesuka hati tanpa mengingat bahwa waktu akan ada pertanggungjawabannya.


Mungkin banyak dari ibu-ibu yang merasa anak merupakan salah satu faktor penyebab tidak bisa melakukan segala sesuatu dengan tenang alias sebagai “pengganggu” pada apa-apa yang kita lakukan. Bisa juga disebut anak sebagai penyebab seorang ibu tidak dapat me time. Jika kita berpikir demikian maka kita telah kufur terhadap nikmat yang Allah berikan. Tega sekali kita. Anak yang merupakan karunia Allah kita sebut pengganggu. Kemana adab kita kepada Allah yang menciptakan anak kita? Mari kita bertaubat. Bayangkan kalau nikmat anak yang kita anggap “pengganggu” diambil oleh Allah. Apakah kita sanggup? 


Tarik nafas dan ucapkan Astaghfirullah al-’Adhim. Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung. Manusia memang tempatnya salah. Tapi bukan berarti kita terus terbelenggu dalam kesalahan dan tidak berusaha untuk berubah menjadi lebih baik bukan? Allah adalah Dzat Maha Pengampun. Janganlah lelah kita untuk terus memohon ampunan akibat dosa-dosa yang kita perbuat dan tidak lupa untuk memohon pertolongan kepada Allah dalam menjalani kehidupan di dunia yang penuh ujian.


Bersyukur Adalah Kunci


Poin utama yang nggak kalah penting dari bertaubat adalah memperbanyak syukur kita kepada Allah. Disinilah esensi me time. Kita bersyukur atas nikmat waktu yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Dari sini pula, kita akan lebih menghargai nikmat waktu. Apapun jenis me time-nya jangan lupa niat di baliknya yakni bersyukur atas nikmat waktu maka insya Allah waktu sempit yang kita rasakan akan terasa lapang.


Kalau dulu ketika single, makan mie ayam dengan tenang tanpa bingung nyuapin anak sampai mie ayam jadi mengembang, sekarang ketika kondisinya demikian, syukuri. Alhamdulillah kita masih bisa diberi kemampuan untuk menyuapi anak dan makan bersamanya. Bayangkan mereka yang rindu kepada anaknya karena harus berpisah sehingga tidak dapat menyuapi anaknya. Sesuatu yang kita anggap repot, nyatanya menjadi nikmat yang diinginkan orang lain. Maka inilah makna sesungguhnya di balik me time yakni bersyukur walaupun mie telah berubah bentuk dan repot menyuapi anak. 


Bukan berarti kita tidak memberikan hak kepada tubuh kita. Tetapi niat di balik apa yang kita lakukan itu apa? Misalnya ingin me time dengan rebahan. Maka niatkan rebahan untuk memberi hak pada tubuh agar bisa beristirahat sehingga bisa bangun shalat malam untuk bermunajat kepada Allah Ta’ala. Silakan me time dengan pergi ke salon melakukan perawatan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tapi jangan lupa niatnya, misalnya untuk bersyukur atas nikmat tubuh yang diberi dengan merawat dan menjaganya serta menyenangkan suami.


Jadi pekerjaan rumah pertama dan utama adalah mengubah mindset kita. Me time bukan berarti kita harus sendiri menghabiskan waktu sesuka hati. Namun apa esensi di balik kegiatan itu. Apapun kegiatannya, jenis me time-nya, marilah kita mensyukurinya. Bersyukur atas waktu yang kita miliki saat ini, mempergunakannya dan menjaganya sesuai dengan yang seharusnya karena waktu bukanlah hak milik tetapi adalah titipan. Serta meniatkan segala kegiatan kita sebagai bentuk ibadah untuk meraih ridha Allah Ta’ala.


Jangan sampai kita para ibu-ibu menuntut me time versi kita kepada suami misalnya. Sehingga kita kufur terhadap kebaikannya. Ingat bu-ibu, setan seneng banget ketika ada istri yang kufur kepada suaminya. Karena dengan demikian mereka bakalan punya temen buat barengan di neraka. Padahal bu neraka itu tempat yang paling mengerikan. Penuh azab dan siksa. Nggak akan ada yang mau tinggal di sana. Mari kita memohon kepada Allah agar membimbing dan menjaga kita.


Me time akan menjadikan kita waras ketika kita tahu “HOW”-nya. Sedangkan me time akan menjadikan kita nggak waras kalau hal itu menjadikan kita kufur terhadap nikmat Allah. Me time menjadi bukti kecintaan kita kepada diri ketika hal itu bisa menjauhkan diri dari siksa api neraka. 


Ingatlah sesungguhnya kita tidak pernah sendiri. Allah Ta’ala selalu melihat setiap gerak gerik kita. Tak lupa ada malaikat di kanan kiri yang siap mencatat segala amalan baik dan buruk.



***


Jazakallahu khayran wa barakallahu fiik kepada Ustadz Abu Salma Hafidzahullahu 

Jazakunnallahu khayran Ummu Abia Mujahadah Parents Project dan juga ummahat KUPAS yang tergabung dalam BRANGKAT. Terima kasih telah menjadi teman meniti kebaikan dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Semoga kita semua selalu dalam lindungan dan bimbingan Allah Ta’ala aamiin


“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penting Untuk Dibaca Buat yang Suka Overthinking

Kadang-kadang yang namanya manusia suka overthinking ya. Berlebihan mikir gitu lho. Gimana kalau gini terus gimana kalau gitu. Bisa jadi kalau yang single dan ingin menikah, kepikiran nanti bakalan nikah sama siapa. Terus bisa nggak ya pasangannya menerima kelebihan dan kekurangannya. Nanti kalau nggak bisa bakal gimana ya rumah tangganya? Kalau yang anak sekolahan atau kuliahan bisa jadi overthinkingnya tentang gimana kalo sekolahnya atau kuliahnya susah, nanti bakal lulusnya gimana, kerja dimana, terus bisa memenuhi keinginan orang tuanya atau nggak, dan sebagainya. Sebagai orang tua pun kadang overthinking. Misalnya aku sebagai seorang ibu kadang-kadang kepikiran gimana ya nanti kalau anakku sudah besar, apakah dia bisa menjaga dirinya sendiri di zaman seperti ini zaman yang penuh fitnah? Aku rasa aku nggak sendirian menjadi orang tua yang overthinking. Banyak ibu-ibu juga bapak-bapak yang berpikir yang sama denganku. Memiliki kekhawatiran tersendiri untuk buah hati mereka. Ya yang

Aku Ingin Menyerah, Tapi...

  Tiba-tiba air mata menetes membasahi pipi. Dada terasa nyeri dan sesak. Sudah berminggu-minggu, aku berada dalam kondisi yang tak menentu. Jantungku berdebar ketakutan tiap kali suara nafas yang semakin berat itu terdengar olehku. Memori buruk menyeruak menjadikanku berpikir berlebihan. Sore itu aku harus pergi meninggalkan zona nyamanku. Dengan persiapan yang seadanya, aku pergi dan berharap semua akan segera baik-baik saja sehingga aku segera kembali. Kukira kepergianku hanya sebentar. Namun, nyatanya Allah Subhanahu wa ta'ala  berkehendak lain. Aku mengeluh dan merasa berat. Aku mengadu pada Dia Yang Maha Kuasa. Mengapa aku harus ada di posisi seperti ini? Aku lelah Ya Allah. Aku merasa berat dan tidak ingin berada di posisi seperti ini. Aku merasa ingin menyerah. Berbagai skema "andai saja" muncul di kepalaku. Berangan-angan andai tidak begini dan begitu pasti aku tidak akan ada di masa sulit ini. Tapi ternyata semua itu percuma. Hai diriku! Percuma kamu berandai-an

Mencetak Generasi Terbaik Bersama Semen Baturaja

Yang namanya manusia tidak lepas dari keinginan. Bener nggak sih ? Namun ada yang sekedar ingin tetapi tidak memperjuangkan keinginannya. Di sisi lain ada yang berjuang untuk merealisasikan keinginan itu. Ya kalau kita bisa bilang keinginan yang diperjuangkan itu ada yang berwujud sebagai  impian maupun cita-cita. Hal Besar Dalam Hidup Teman-teman tentunya pernah melewati hal besar dalam hidup bukan? Tak jarang hal itu membuat kita menjadi berbenah dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bahkan impian-impian besar dapat terlahir dari kondisi yang menurut kebanyakan orang tidak ideal. Di tahun 2019 aku menikah dengan seorang lelaki yang sudah kukenal sejak lama karena kami satu SMA. Kebahagiaan terus menyelimuti hingga tahun berikutnya. Alhamdulillah bayi laki-laki mungil lahir dari rahimku setelah begitu banyak perjuangan dilakukan.  Sayangnya kami hanya bersama kurang dari 48 jam. Di usianya yang belum genap 2 hari, kami harus terpisah. Pagi itu tiba-tiba suamiku berteriak memanggil