Kajian Parenting Radio Muslim Jogja 3 Mei 2019
Pemateri: Ustadz Abu Salma Muhammad
Dirangkum oleh: alifyanura
Pembahasan yang urgent dan penting sekali yakni mengenai mendidik anak berpuasa karena kita sebagai orang tua nantinya akan dimintai pertanggungjawaban dari amanah yang ditipkan yakni anak kita.
Kabar gembira dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia yang penuh berkah. Dahulu para salaf, 6 bulan sebelum bulan Ramadhan berdoa agar dapat dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan 6 bulan setelahnya, mereka terus berdoa agar amal mereka diterima.
Sebagai seorang muslim kita harus berbahagia dengan datangnya bulan Ramadhan. Seorang muslim yang memiliki etika dan adab, sudah sepatutnya kita menyambut bulan Ramadhan yang merupakan tamu bagi kita dengan bekal dan persiapan yang maksimal.
Lalu, apa yang harus dipersiapkan oleh kita sebagai seorang muslim?
1. Perbanyak istighfar dan bertaubat kepada Allah Ta’ala karena manusia gemar sekali melakukan kesalahan. Taubat dapat melepaskan seorang muslim dari belenggu kemaksiatan yang membuat seorang muslim malas beribadah.
2. Taqwa karena sebaik-baik bekal adalah taqwa.
3. Berilmu sebelum beramal. Amal akan sia-sia jika amal tersebut tidak dilandaskan pada ilmu yang benar yang sesuai dengan apa yang Rasulullah ajarkan.
4. Diri sendiri dan anggota keluarga karena hendaknya setiap keluarga muslim menjadikan momen-momen di bulan Ramadhan dapat dikenang baik oleh anak-anak karena bulan Ramadhan ini adalah bulan dengan penuh keindahan.
Bagaimana cara mendidik anak berpuasa?
Dalam mendidik anak berpuasa dimana berpuasa adalah termasuk ke dalam sebuah ibadah, orang tua haruslah berilmu dan memiliki hikmah. Hikmah menurut Ibnul Qayyim Rahimahullahu adalah melakukan sesuatu yang tepat, di waktu atau momen yang tepat serta dengan cara atau metode yang tepat. Di antara hikmah dalam mendidik anak adalah sebagai orang tua kita mengerti dan memahami kecenderungan anak sesuai dengan usianya.
Sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ,
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!” (HR. Ahmad),
anak usia di bawah 7 tahun belum diwajibkan shalat. Mengapa? Karena ternyata pada usia tersebut anggota tubuh, organ-organ tubuh, dan sensori tubuhnya masih dalam tahap perkembangan sehingga mereka belum bisa beribadah dalam hal ini adalah shalat dengan baik atau sempurna yang mana esensi dari shalat yakni khusyu’ dan tuma’ninah belum dapat dicapai. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah menumbuhkan keimanannya. Mengenalkannya pada Rabbnya dan menumbuhkan kecintaan pada-Nya.
Selanjutnya anak dengan usia di atas 7 tahun yang oleh para ulama digolongkan dalam mumayyiz, telah lebih berkembang sehingga dapat membedakan mana yang baik dan buruk, memahami instruksi dan perintah serta mengikutinya dengan baik. Pada usia ini, yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah menumbuhkan rodja (harapan) pada anak. Mereka dimotivasi untuk melakukan ibadah. Namun jika mereka masih enggan untuk melakukannya maka janganlah dihukum.
Sedangkan jika mereka telah mencapai usia 10 tahun, dimana usia ini adalah usia persiapan untuk menjadi mukhallaf maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memperkenankan untuk memberikan ancaman atau ditakut-takuti. Maka, yang harus diperhatikan oleh orang tua pada usia ini adalah menumbuhkan rasa takut (khouf). Memberikan hukuman adalah pilihan terakhir yang diambil orang tua dalam rangka menumbuhkan kedisiplinan pada anak dalam rangka pendidikan.
Dari hadits tersebut dapat kita ambil kesimpulan, bahwa masa anak-anak dapat dibagi menjadi 4 fase yakni fase yakni thufulah sughro (0-2 tahun), thufulah kubro (2-7 tahun), mumayyiz (7-10 tahun), dan murohiq (10 tahun-baligh) dimana setiap fase tersebut memiliki pendekatan cara mendidik yang berbeda-beda.
Mendidik puasa pada anak fase thufulah sughro
Pada fase ini, anak masih menyusu pada ibunya. Anak memiliki kelekatan (attachment) yang sangat pada ibunya. Jika ibunya adalah seorang wanita yang senantiasa dekat kepada Rabb-Nya, banyak beribadah, membaca Al-qur’an, maupun berdzikir maka anak akan merasakan ketentraman dan kedamaian. Anak pada usia ini masih terbatas dalam hal kognitif dan juga lainnya.
Lalu apakah mereka mampu untuk dididik secara langsung untuk berpuasa? Tidak. Lalu bagaimana cara mendidiknya terkait ibadah puasa? Si ibulah yang berperan dalam hal ini. Ibu dapat memberikan kesan bulan Ramadhan kepada anaknya melalui pendengaran dan penglihatannya yang berkembang pada usia ini.
Mungkin ibu tidak berpuasa karena telah diberikan keringanan. Namun ibu dapat melakukan banyak amal ibadah lain yang sangat bermakna di bulan Ramadhan seperti memperbanyak membaca Al-qur’an sambil membersamai anak seperti saat menyusui. Ibu juga dapat menceritakan tentang betapa indahnya dan mulianya bulan Ramadhan yang mana ini akan dirasakan oleh anak terekam dalam memori bawah sadarnya.
Saat berbuka puasa yang merupakan salah satu momen yang indah dalam bulan Ramadhan, sang anak juga dapat dilibatkan seperti diajak untuk buka bersama karena sang anak akan dapat merasakan ambience kebahagiaan tersebut.
Mendidik puasa pada anak fase thufulah kubro
Pada usia ini, anak sudah lebih berkembang sensori, kognitif dan juga organ lainnya. Fase ini adalah saat dimana ia mulai ditumbuhkan keimanannya, dikenalkan kepada Rabb-Nya dan ditumbuhkan rasa cinta kepada-Nya.
Cara mendidik puasa pada usia ini adalah anak dijelaskan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia di antara bulan-bulan lainnya. Sebelumnya anak telah diajarkan bahwa Allah Maha Hebat, Maha Segalanya sehingga timbullah rasa kagum darinya sehingga ia pun akan mencintai bulan Ramadhan.
Dijelaskan pula bahwa pada bulan ini adalah bulan diturunkannya Al-qur’an disertai penjelasan ringan hakikat Al-qur’an sehingga mampu untuk menimbulkan rasa cintanya kepada Al-Qur’an. Anak pada usia ini lebih mudah diberi penjelasan dalam perkara ghaib karena imajinasi mereka masih kuat. Maka orang tua dapat mengatakan diantaranya “Nak, pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup rapat; Di waktu sahur Allah turun ke langit dunia dan mengabulkan doa orang yang berdoa.”
Dari dialog tersebut, orang tua menimbulkan kekaguman anak terhadap bulan Ramadhan, sahur, dan juga hal lain yang berkaitan dengan ibadah puasa sehingga rasa cinta dari anak terhadap bulan Ramadhan dan puasa akan tumbuh. Seiring berjalannya waktu dengan izin Allah sang anak akan mampu untuk melakukannya dengan kesadaran sendiri karena orang tua mengasah logika berpikir anak dan memotivasinya.
Mendidik puasa pada anak fase mumayyiz
Pada usia ini ketika seorang anak telah ditumbuhkan keimananya dan mahabbah rasa cinta kepada Rabb-Nya, maka anak akan mampu untuk berinisiatif mengerjakan ibadah tanpa harus diperintah. Tugas orang tua adalah menumbuhkan motivasi agar ia senantiasa mengerjakan ibadah tersebut. Dalam hal ini anak dimotivasi untuk berpuasa karena kecintaannya pada Rabb-Nya.
Ketika sang anak sudah berinisiatif untuk berpuasa dan menjelang siang mereka lapar dan ingin berbuka, maka boleh untuk berbuka boleh juga dimotivasi untuk melatih dirinya. Saat berbuka ajaklah anak berbuka bersama karena waktu berbuka adalah waktu yang membahagiakan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mendidik puasa pada anak fase murohiq
Pada usia ini, anak sudah mampu untuk berpuasa penuh dan orang tua berkewajiban untuk terus melatih mereka berpuasa secara penuh. Anak pada fase ini, mulai ditumbuhkan rasa takutnya kepada Allah. Rasa takut ketika durhaka kepada Allah dan tidak menjalankan perintahnya. Ketika anak telah dididik puasa secara bertahap sejak thufulah maka pada fase ini akan lebih mudah untuk mendidiknya berpuasa.
Poin penting lainnya dalam mendidik anak dalam berpuasa:
1. Jangan biarkan anak bermain yang menguras tenaga seperti sepak bola. Gantilah dengan permainan lain yang tidak menguras tenaga.
2. Orang tua diperbolehkan untuk memberi motivasi berupa hadiah pada anak thufulah dan mumayyiz.
3. Anak bisa dibuatkan Ramadhan Activity Book.
Komentar
Posting Komentar