Setiap apa yang dilakukan oleh tangan akan dipertanggungjawabkan kelak. Begitu pula dengan lisan. Kata demi kata yang terucap dari bibir tak akan lepas dari pertanggungjawaban. Oleh karena itu apa yang sebaiknya diucapkan adalah kata-kata yang baik saja.
Lalu bagaimana ketika seseorang sedang emosi? Tidakkah sulit untuk mengontrol apa yang diucapkan oleh lisan. Tak sedikit yang berteriak dan mengumpat. Bahkan mengucapkan sesuatu yang tidak pantas untuk didengarkan.
Tak selamanya diam itu baik. Namun tak selamanya pula buruk. Ketika seorang tak kuasa menahan emosi, marah berlebihan, kemudian ia lampiaskan marahnya dengan berkata kasar, apakah itu suatu perilaku yang baik? Tentunya tidak.
Lalu bagaimana jika kondisinya diubah menjadi diam seribu bahasa saat emosi memuncak namun kemudian ketika ia sendiri dilampiaskanlah emosinya dengan memukulkan tangan ke cermin. Tentu tidak baik juga, kan.
Marah bisa jadi disebabkan oleh masalah personal seperti kecemasan yang berlebihan, faktor lingkungan seperti kondisi sekitar yang menganggap pelampiasan emosi dengan marah adalah salah satu bentuk keberanian, dan banyak faktor lainnya. Selain itu ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi juga dapat menyebabkan munculnya marah.
Suatu waktu terjadi senggolan antara dua buah motor di jalan raya. Pemotor satu tidak sengaja menyerempet bemper belakang pemotor dua sehingga menyebabkan pemotor dua hampir terjatuh dan tersungkur ke aspal.
Kemudian pemotor dua berteriak dan mengumpat “Woy! ati-ati lu. Dasar b*****t!” Ini adalah salah satu contoh marah yang terjadi di tengah kehidupan bermasyarakat. Apakah ini adalah salah satu contoh yang baik? Tentu tidak.
Pun dalam kehidupan berumah tangga tak jarang suami istri bete-betean alias marahan. Hal ini bisa terjadi karena satu dan lain hal. Sebagai contoh istri yang lelah mengurus rumah dan anak seharian kemudian ketika suami pulang, ia langsung saja tidur tidak mau mendengar “kisah hari ini” dari sang istri. Hal ini bisa menjadikan istri bete.
Kasus lain yang mungkin terjadi adalah giliran sang suami yang bete karena sudah lelah seharian bekerja menerjang teriknya sinar matahari dan bergulat dengan kemacetan lalu lintas dan ketika sampai di rumah tidak disambut dengan ramah oleh sang istri.
Dalam Al-qur’an surat Al-A’raf ayat 200, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman “Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam juga telah mewasiatkan kepada umat muslim bagaimana cara bersikap ketika sedang marah. Diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda “Pada suatu hari aku duduk bersama-sama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dua orang lelaki sedang saling mengeluarkan kata-kata kotor satu dan lainnya. Salah seorang daripadanya telah merah mukanya dan tegang pula urat lehernya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tahu satu perkataan sekiranya dibaca tentu hilang rasa marahnya jika sekiranya ia mau membaca, ‘A’udzubillahi minas-syaitani’ (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan), niscaya hilang kemarahan yang dialaminya.”
Telah diajarkan bagaimana cara untuk mengendalikan emosi dalam islam. Maka sebagai seorang umat muslim yang baik, yang harus dilakukan adalah mengikuti apa yang telah diajarkan.
Ketika marah, maka segera ucapkan A’udzubillahi minas-syaitani’ agar kemarahan mereda sehingga tidak berdampak buruk seperti keluarnya kata-kata kotor maupun kejadian buruk yang tidak diinginkan. Keinginan untuk marah dapat terjadi sewaktu-waktu. Siapapun dapat diganggu setan sehingga menjadikannya marah.
Sebagai contoh yang banyak dalam kehidupan sehari-hari adalah seorang ibu yang mudah marah kepada suami atau anaknya. Sebagai ibu dengan segudang aktivitas di rumah yang melelahkan, maka potensi untuk marah yang dipicu oleh kelelahan akan menjadi besar. Maka ketika kesal, ketika bete, ketika ingin marah segera baca jurus pamungkas, ucapkan A’udzubillahi minas-syaitani’. Kemudian lanjutkan dengan membaca dzikir lainnya seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, dan beristighfar. Insya Allah hal itu akan lebih menenangkan dan meredakan kelelahan, kebetean, dan juga kemarahan. Ingatlah ganjaran apa yang akan diperoleh di akhirat kelak karena lelah mengurus suami dan anak.
Tidak hanya ibu, contoh lain adalah seorang pedagang yang kesal dan ingin mengumpat terhadap seorang customer ketika banyak bertanya namun tidak membeli barang dagangannya. Ucapkan jurus pamungkas yakni A’udzubillahi minas-syaitani’ agar kekesalan dan kemarahan dapat segera mereda. Oleh karena itu, jangan lupa untuk meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dari godaan setan di berbagai kondisi.
***
Referensi:
Komentar
Posting Komentar