Langsung ke konten utama

Mengubah Halang Rintang Menjadi Kekuatan, Bergerak Bersama Untuk Indonesia Bebas Kusta


Malu dan berusaha untuk menyembunyikan sakitnya saat ia ditanya tentang apa yang ia derita. Teman-temannya pergi menjauhinya dan juga menghindarinya. Mereka tak mau bermain dengannya karena ada hal yang ditakuti akan menimpa mereka. Ya, mereka takut tertular 'penyakit kutukan' yang dideritanya. Tak sedikit yang berkata bahwa penderita kusta harus diasingkan.

Rafael, remaja berusia 16 tahun ini menceritakan bagaimana awal kisahnya saat ia terdiagnosa kusta. Mulanya ia tidak tahu apa itu kusta. Yang ia tahu saat itu hanya sebatas bahwa kusta adalah penyakit kulit. Namun ternyata pandangan orang terhadapnya sebagai penderita kusta berbeda.

Teringat dahulu ketika saya duduk di bangku Sekolah Dasar, stigma bahwa kusta adalah penyakit berbahaya memang benar adanya. Sebuah penyakit kulit yang menyebabkan penderitanya akan kehilangan jari-jari tangan dan kakinya. Mereka yang menderita kusta pun akan diasingkan agar tidak menularkan kepada yang lain. 

Lalu bernarkah penyakit kusta adalah penyakit kutukan yang berbahaya sehingga penderitanya harus diasingkan?

Apa itu kusta?

Dilansir dari kemkes.go.id, kusta atau yang dikenal sebagai penyakit Hansen adalah sebuah infeksi bakteri Mycobacterium leprae yang mempengaruhi sistem saraf, kulit, hidung, dan mata. Bakteri ini tumbuh lambat dan tidak mudah menular.

Penderita kusta umumya tidak menyadari adanya infeksi bakteri ini hingga timbulnya gejala. Mengapa? Karena bakteri ini berkembang sangat lambat bahkan gejala bisa muncul setelah 20 tahun bakteri ini menginfeksi tubuh. 

Dari 90% orang dengan penyakit kusta atau lepra, gejala yang muncul pertama kali adalah mati rasa. Kusta dapat ditandai dengan rasa lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki kemudian diikuti timbulnya lesi atau kerusakan pada kulit. Selain itu kusta juga dapat ditandai dengan adanya bercak pada kulit yang mengalami mati rasa.

Jadi kusta bukan merupakan penyakit kutukan ya! Bukan juga penyakit akibat penderitanya melakukan hal-hal yang di luar norma tetapi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.

Penyakit kusta di Indonesia masih menjadi masalah yang kompleks dan memerlukan perhatian dari semua pihak baik dari pemerintah juga masyarakat pada umumnya. Berdasarkan informasi dari kemkes.go.id, Indonesia masih menjadi penyumbang kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brazil. Pada tahun 2021, terdapat 7.146 penderita kusta baru dengan proporsi anak sebesar 11% (berdasarkan data per 24 Januari 2022).

Kusta nyatanya tidak hanya berkembang sebagai isu kesehatan saja namun isu lintas dimensi seperti sosial dan kesejahteraan. Pemahaman umum yang tersebar di masyarakat adalah kusta identik dengan kemiskinan. Penderita kusta tidak bisa sembuh dan akan menjadi difabel yang secara umum diidentikkan dengan kemiskinan.

Padahal pandangan umum bahwa kusta identik dengan kemiskinan tidaklah dapat dibenarkan. Diskriminasi dengan pengabaian pun pembatasan ruang gerak kepada mereka penderita kusta dan juga para difabel inilah yang menjadikan mereka sulit untuk mendapatkan akses yang sama seperti masyarakat pada umumnya. Hal ini menjadi salah satu poin yang melatarbelakangi penderita kusta dan para difabel untuk menarik diri dari lingkungan dan menjadi tidak produktif. Sehingga lambat laun berpengaruh terhadap kemampuan mereka untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik.

Menular namun tidak mudah menular

Kebanyakan masyarakat kita memahami bahwa kusta adalah penyakit berbahaya yang menular sehingga penderitanya harus diasingkan. Mereka beranggapan apabila penderitanya tidak diasingkan maka penyakit itu akan cepat menyebar dan menular kepada orang-orang yang berada di sekitarnya. Apakah benar demikian?

Nyatanya kusta memang tergolong dalam penyakit menular namun penyakit ini tidak mudah menular. Bagaimana bisa? 

Menurut Perdoski (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia), bakteri kusta yang bersarang di tubuh manusia, banyak terdapat pada mukosa hidung. Cairan lendir yang keluar dari hidung ini diyakini sebagai salah satu cara penularan bakteri kusta. Cara lainnya adalah melalui kulit. Sejumlah penelitian menyebutkan kecil kemungkinan terpapar penyakit kusta akibat bersentuhan dengan penderita. 

Sekarang sudah bukan zamannya lagi ya pandangan bahwa penderita kusta harus diasingkan! Tetapi sudah saatnya diterima secara penuh dan didukung untuk melakukan pengobatan di fasilitas kesehatan terdekat sehingga pulih kembali dan bebas disabilitas.

Kusta dapat disembuhkan

Kusta dapat disembuhkan dan menghindarkan penderitanya dari disabilitas apabila dilakukan pengobatan dengan segera. Ketika muncul tanda-tanda yang mengarah pada gejala awal kusta, maka sebaiknya segera pergi ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan dini agar tidak terlambat. 


Metode pengobatan utama kusta adalah dengan menggunakan antibiotik. Penderita kusta akan diberi kombinasi beberapa jenis antibiotik selama 6 bulan hingga 2 tahun dimana jenis, dosis, dan durasinya disesuaikan dengan jenis kusta yang diderita. Adapun jika diperlukan tindakan operasi umumnya merupakan penangan lanjutan setelah penggunaan antibiotik.

Mengubah Halang Rintang Menjadi Kekuatan

Stigma negatif seperti yang dialami Rafael juga dirasakan oleh penderita kusta lainnya. Pandangan masyarakat umum yang membuahkan diskriminasi dan pengabaian para penderita kusta merupakan poin penting yang perlu diperhatikan. Mengapa hal ini perlu menjadi perhatian khusus?


Sudah mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas? Apa jawaban teman-teman?

Jika kita berada di posisi sebagai individu yang kurang dihargai atau diabaikan, rasa sedih dan perilaku menarik diri dari lingkungan sedikit banyak akan muncul. Kurang lebih itulah yang dirasakan oleh para penderita kusta pun orang yang pernah menderita kusta (OYPMK). Stigma masyarakat terhadap penyakit kusta dan penyandang disabilitas menjadikan mereka merasa sebagai outgroup. Kurang dilibatkan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan pun hal lain dalam rangka peningkatan produktivitas.

Kondisi ini bisa berdampak pada mental mereka yang apabila tidak segera mendapat dukungan akan berakibat buruk di kemudian hari. Bayangkan bagaimana jadinya jika mereka menarik diri dari lingkungan karena merasa diremehkan dan tidak dihargai? Padahal mereka memiliki potensi yang besar untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

Maka bagi penderita kusta, difabel pun OYPMK, mental wellbeing juga harus dijaga. Apa itu wellbeing? Menurut American Psychological Association (APA), wellbeing adalah suatu kondisi dimana seseorang merasa bahagia dan puas dengan level stres yang rendah, memiliki kesehatan fisik dan mental yang secara umum baik serta memiliki kualitas hidup yang baik. Dengan memiliki mental wellbeing mereka dapat bergabung dalam masyarakat tanpa merasa minder dan rendah diri. Bagaimana caranya?

Tanamkan pada diri bahwa aku berharga


Setiap individu berharga tanpa memandang latar belakang apapun. Menanamkan keyakinan ini pada diri secara tidak langsung mampu meningkatkan rasa percaya diri. Maka bukan berarti menjadi sombong, namun lebih menyayangi diri sendiri bahwa diri kita berhak unntuk mendapatkan hal yang terbaik tanpa memandang kondisi fisik maupun yang lain.

Seperti tersambar petir di siang bolong, mungkin itu yang dirasakan ketika pertama kali terdiagnosa kusta. Memang berat dan membuat syok. Namun jangan terlarut dalam kesedihan. Pilihan untuk segera bangkit itu ada di depan mata. 

Tanamkan pada diri bahwa aku pasti sembuh. Aku berhak mendapat pengobatan yang layak untuk menjaga nikmat yang telah diberikan kepadaku. Aku harus berusaha, terus melakukan yang terbaik seperti berobat sehingga kondisiku dapat pulih kembali. Hal lain yang tidak kalah penting adalah terus berdoa untuk memohon kesembuhan.

Perbanyak bersyukur

Terkadang karena lelahnya diri kita fokus terhadap suatu hal, kita menjadi abai terhadap apa yang ada di sekitar kita. Terlalu fokus terhadap hal-hal yang menurut kita negatif menjadikan kita merasa tidak pernah memiliki sesuatu yang positif dalam hidup.

Seperti itu pula saat kita terus fokus terhadap penyakit kusta yang dialami, maka kita pun akan lalai bahwa banyak nikmat lain yang perlu disyukuri. Dibanding terus berfokus pada kekurangan, mengalihkan pandangan terhadap banyaknya nikmat lain yang telah diperoleh akan mampu menurunkan kondisi tegang dan tertekan yang dialami. Bersyukur nyatanya mampu berdampak baik terhadap mental wellbeing.

Berdaya tanpa batas dan tapi

Menjadi penderita kusta maka bukan berarti menjadi individu yang lemah dan tidak berdaya. Dengan terus mengasah kualitas diri, meningkatkan kemampuan maka akan terbentuk menjadi individu berdaya yang memberikan dampak baik terhadap lingkungan di sekitar.

Menjadi penderita kusta maka bukan berarti menjadi individu yang terbelakang. Dengan terus memperbanyak nilai tambah pada diri, maka akan menjadi individu dengan nilai lebih yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat untuk membentuk lingkungan yang bermutu tinggi.

Menjadi penderita kusta maka bukan berarti menjadi individu yang bermental receh. Dengan terus menempa diri menjadi individu dengan kualitas di atas rata-rata akan membentuk mental sekuat baja. Mental kuat, pandangan negatif tentang kusta pun lenyap. Terus berpikir ke arah yang positif, banyak menghasilkan karya di tengah keterbatasan akan menampakkan kualitas diri yang sebenarnya. Membuktikan diri bahwa penderita kusta bukanlah orang buangan namun seorang individu dengan kualitas yang tak diragukan. Berjalan tegak dengan prestasi menghapus stigma tentang kusta.

Bergerak bersama untuk Indonesia bebas kusta

Mental wellbeing tidak hanya dibangun dari dalam diri para penderita kusta maupun penyandang disabilitas, tetapi juga perlu didukung oleh support system yang baik. Sebagai masyarakat yang memiliki asas saling membantu, sudah seharusnya kita bergerak menjadi tim pendukung terbaik bagi mereka penderita kusta juga OYPMK serta penyandang disabilitas.

Setelah melalui masa yang sulit, Rafael, penderita kusta yang masih tergolong anak-anak berhasil sembuh dan kembali bersekolah dengan penerimaan yang baik oleh orang-orang di sekitarnya. Melalui program Desa Sahabat Kusta, NLR Indonesia bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan, mendorong Rafael untuk melakukan pengobatan kusta pun orang-orang di sekitarnya seperti tetangga dan teman-teman di sekolahnya  diberikan edukasi mengenai kusta sehingga dapat menerimanya tanpa memberikan diskriminasi.

Ternyata tak hanya Rafael yang berhasil kembali ke masyarakat tanpa diskriminasi. NLR Indonesia melalui salah satu program unggulannya yakni Desa Sahabat Kusta juga telah sukses membantu Nia seorang remaja perempuan yang didiagnosa kusta untuk berobat di puskesmas tanpa diskriminasi dari para tenaga kesehatan yang menanganinya. Kini setelah 6 bulan berobat, Nia sembuh dan dapat beraktivitas kembali tanpa pandangan miring terhadap OYPMK.

NLR Indonesia adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang didirikan di Belanda pada 1967 untuk menanggulangi kusta dan konsekuensinya di seluruh dunia dengan menggunakan pendekatan tiga zero, yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas), dan zero exclusion (nihil eksklusi).


Pendekatan zero transmission

Kusta tergolong dalam penyakit menular namun tidak mudah menular. Maka dengan memutus rantai penularan, kusta dapat dihilangkan dan tidak menjangkit orang lain yang berpotensi tertular. NLR Indonesia bekerja sama dengan para pemangku kebijakan seperti Kementrian Kesehatan, berupaya untuk mencapai target nihil penularan melalui beberapa program di antaranya :

  1. meningkatkan kemampuan petugas kusta dalam program rutin pengendalian kusta sehingga diharapkan dapat meminimalkan penularan,
  2. desa sahabat kusta yang merupakan program unggulan dimana melakukan pencegahan penularan dengan deteksi dini dan pengurangan stigma di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat dengan melibatkan tokoh masyarakat, serta 
  3. penghentian penularan kusta terhadap kontak erat dan komunitas yang berpotensi tertular dengan pemberian dosis tunggal antibiotik.


Pendekatan zero disability

Disabilitas adalah resiko yang didapatkan ketika seseorang terlambat dalam pengobatan kusta. NLR Indonesia sebagai organisasi yang bergerak di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya tentu memiliki berbagai upaya agar kasus kusta ditemukan sedini mungkin sehingga mencegah resiko munculnya disabilitas akibat kusta. Bersama dengan tenaga kesehatan, NLR Indonesia berupaya untuk melakukan pemantauan pada pasien kusta yang telah selesai melakukan pengobatan agar tidak memiliki resiko disabilitas.

Tak hanya sampai di situ, NLR Indonesia juga menginisiasi program kegiatan inklusi dimana mereka para difabel bertemu setiap bulannya untuk belajar melakukan perawatan diri sendiri dalam suasana yang bersahabat. Bahkan dalam kegiatan tersebut juga dibahas tentang isu stigma, diskriminasi dan pergulatan hidup. Selain itu konselor sebaya juga merupakan bukti kesungguhan NLR Indonesia dalam membantu OYPMK untuk berdaya di tengah masyarakat dengan menjadi seorang konselor.


Pendekatan zero exclusion

Dalam menjaga mental wellbeing pada penderita kusta salah satu cara yang dapat ditempuh adalah penerimaan orang di sekitar terhadap keberadaan mereka. NLR Indonesia bersama dengan mitra kerjanya mengupayakan inklusivitas dan pengurangan diskriminasi dan stigma terhadap OYPMK dan difabel melalui berbagai program seperti :

  1. Mardika (Masyarakat Ramah Disabilitas dan Kusta), yang merupakan proyek NLR Indonesia dalam membina desa sehingga terbentuklah desa inklusi yang melibatkan OYPMK maupun difabel dalam kegiatan strategis di desa tersebut.
  2. LEAP (Pengembangan Ekonomi Lokal Melalui Advokasi Berbasis Bukti Untuk Kebijakan Inklusif), dimana program ini mendorong kebijakan yang inklusif di sektor ekonomi sehingga penyandang disabilitas maupun OYPMK dapat mengakses pekerjaan formal maupun informal.
  3. PADI (Prioritaskan Anak dengan Disabiltas), merupakn proyek yang bertujuan agar anak-anak dengan disabilitas dan OYPMK anak dapat menikmati hak dasar mereka dan berpartisipasi secara penuh sesuai usia mereka di tengah masyarakat yang inklusif disabilitas.
  4. SUKA (Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta), yang merupakan proyek edukasi kepada masyarakat melalui kampanye publik baik radio dan media seperti talkshow ruang publik, kompetisi, roadshow ke kampus dan media gathering.

Bergerak bersama untuk Indonesia bebas kusta bukanlah sebuah slogan semata. Terbukti dari berbagai upaya yang dilakukan oleh NLR Indonesia bersama dengan para stakeholder demi mewujudkan impian "hingga kita bebas dari kusta". Berbagai program NLR Indonesia sangat terbuka untuk menerima para pahlawan yang ingin memberikan kontribusi lebih untuk para tamu istimewanya. Pengalaman yang membekas dalam jiwa untuk membantu sesama, meyembuhkan dan mengubah kondisi menjadi lebih baik.

Mari bersama bergandengan tangan berbuat dengan kemampuan yang ada mengubah berbagai rintangan menjadi kekuatan, bergotong royong mencegah penularan kusta, merangkul mereka yang terkena kusta pun mereka penyadang disabilitas untuk kehidupan Indonesia yang lebih baik.

 

***Artikel ini diikutsetakan dalam Lomba Artikel #Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta yang diselenggarakan oleh NLR Indonesia dan KBR Indonesia***


Referensi:

dictionary.apa.org
kemkes.go.id
nlrindonesia.or.id
perdoski.id




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penting Untuk Dibaca Buat yang Suka Overthinking

Kadang-kadang yang namanya manusia suka overthinking ya. Berlebihan mikir gitu lho. Gimana kalau gini terus gimana kalau gitu. Bisa jadi kalau yang single dan ingin menikah, kepikiran nanti bakalan nikah sama siapa. Terus bisa nggak ya pasangannya menerima kelebihan dan kekurangannya. Nanti kalau nggak bisa bakal gimana ya rumah tangganya? Kalau yang anak sekolahan atau kuliahan bisa jadi overthinkingnya tentang gimana kalo sekolahnya atau kuliahnya susah, nanti bakal lulusnya gimana, kerja dimana, terus bisa memenuhi keinginan orang tuanya atau nggak, dan sebagainya. Sebagai orang tua pun kadang overthinking. Misalnya aku sebagai seorang ibu kadang-kadang kepikiran gimana ya nanti kalau anakku sudah besar, apakah dia bisa menjaga dirinya sendiri di zaman seperti ini zaman yang penuh fitnah? Aku rasa aku nggak sendirian menjadi orang tua yang overthinking. Banyak ibu-ibu juga bapak-bapak yang berpikir yang sama denganku. Memiliki kekhawatiran tersendiri untuk buah hati mereka. Ya yang

Aku Ingin Menyerah, Tapi...

  Tiba-tiba air mata menetes membasahi pipi. Dada terasa nyeri dan sesak. Sudah berminggu-minggu, aku berada dalam kondisi yang tak menentu. Jantungku berdebar ketakutan tiap kali suara nafas yang semakin berat itu terdengar olehku. Memori buruk menyeruak menjadikanku berpikir berlebihan. Sore itu aku harus pergi meninggalkan zona nyamanku. Dengan persiapan yang seadanya, aku pergi dan berharap semua akan segera baik-baik saja sehingga aku segera kembali. Kukira kepergianku hanya sebentar. Namun, nyatanya Allah Subhanahu wa ta'ala  berkehendak lain. Aku mengeluh dan merasa berat. Aku mengadu pada Dia Yang Maha Kuasa. Mengapa aku harus ada di posisi seperti ini? Aku lelah Ya Allah. Aku merasa berat dan tidak ingin berada di posisi seperti ini. Aku merasa ingin menyerah. Berbagai skema "andai saja" muncul di kepalaku. Berangan-angan andai tidak begini dan begitu pasti aku tidak akan ada di masa sulit ini. Tapi ternyata semua itu percuma. Hai diriku! Percuma kamu berandai-an

Mencetak Generasi Terbaik Bersama Semen Baturaja

Yang namanya manusia tidak lepas dari keinginan. Bener nggak sih ? Namun ada yang sekedar ingin tetapi tidak memperjuangkan keinginannya. Di sisi lain ada yang berjuang untuk merealisasikan keinginan itu. Ya kalau kita bisa bilang keinginan yang diperjuangkan itu ada yang berwujud sebagai  impian maupun cita-cita. Hal Besar Dalam Hidup Teman-teman tentunya pernah melewati hal besar dalam hidup bukan? Tak jarang hal itu membuat kita menjadi berbenah dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bahkan impian-impian besar dapat terlahir dari kondisi yang menurut kebanyakan orang tidak ideal. Di tahun 2019 aku menikah dengan seorang lelaki yang sudah kukenal sejak lama karena kami satu SMA. Kebahagiaan terus menyelimuti hingga tahun berikutnya. Alhamdulillah bayi laki-laki mungil lahir dari rahimku setelah begitu banyak perjuangan dilakukan.  Sayangnya kami hanya bersama kurang dari 48 jam. Di usianya yang belum genap 2 hari, kami harus terpisah. Pagi itu tiba-tiba suamiku berteriak memanggil