Langsung ke konten utama

Gimana Sih Caranya Menjadi Orang Tua Ideal Anak Jaman Jigeum?


Anakku pegang gadget terus-terusan. Kalau disuruh stop marah-marah dan kalau sudah main game jadi nggak inget waktu.
Anakku kemarin minta les berenang. Namun ternyata cuma 2 minggu lalu ia minta berhenti karena ingin les menggambar.
Anakku sering sekali tantrum. Ketika apa yang dia mau tidak segera diberikan, ia akan gulung-gulung di lantai dan menangis keras. Aku lelah batin dan fisik menghadapinya.
Anakku belum bisa berbicara padahal usianya sudah 3 tahun. Kawan-kawannya sudah lancar berbicara 2 kata hingga satu kalimat. Bahkan bisa bertanya berbagai macam hal yang dilihatnya.
Anakku tidak bisa membantuku mengerjakan pekerjaan rumah. Dia memang sudah duduk di bangku SD tapi membersihkan tempat tidurnya saja dia tidak bisa.
Anakku kalau diminta hafalan susah banget. Padahal sudah tinggal dikit lagi dia hafal juz 30.
Itulah sekelumit kisah orang tua saat ini yang bisa menyebabkan lelah batin dan fisik. Menghadapi tantangan dalam mengasuh putra-putrinya yang memiliki dinamikanya masing-masing. 
Anak-anak jaman jigeum alias zaman sekarang adalah anak yang terlahir di era modern. Era yang teknologi sudah berkembang pesat dan memberikan kemudahan tersendiri dalam menjalani kehidupan. Mereka bisa kita sebut dengan generasi alpha. Ya, anak-anak yang terlahir dari 2010-2025.
Setiap generasi memiliki tantangannya masing-masing. Mungkin kalau kita mengingat kembali nenek kakek kita para veteran perang, mereka tumbuh menjadi pribadi bermental baja karena susahnya kehidupan kala itu. Mereka dituntut untuk bisa bertahan hidup di situasi perang yang sama sekali tidak menguntungkan.
Tentu anak masa kini berbeda dengan anak zaman dahulu. Baik dari kebiasaan maupun lingkungannya. Kalau zaman dahulu effort yang dikeluarkan untuk mendapatkan sesuatu itu lebih besar atau bisa dibilang tidak didapat dengan instan. Sedangkan kalau sekarang semua sudah ada dalam genggaman dan terasa lebih mudah. Anak-anak generasi alpha cenderung memiliki cara pikir yang instan karena memang di zamannya semua serba mudah dan inilah di antara tantangan orang tua saat ini.
Saya ingat, dulu waktu saya dan teman-teman SMA masih bersekolah di salah satu SMA di Kota Malang, kalau mau les di bimbingan belajar itu, kami harus pergi dulu ke tempat lesnya. Hujan pun diterjang supaya bisa mendapat ilmu. Kalau sekarang tinggal duduk manis di rumah dan klik klik klik, materi pelajaran yang diinginkan sudah tersaji dan siap dipelajari.
Maka ketika kita menjadi orang tua di era yang serba mudah juga teknologi yang berkembang begitu pesat, kita tidak bisa untuk langsung meng-copy paste bagaimana cara orang tua kita mendidik kita, namun cara mendidik ini disesuaikan dengan karakter generasi si anak.

Generasi Alpha

Setiap generasi memiliki karakter yang berbeda-beda. Dinamika lingkungan seperti sosial dan budaya termasuk di antara faktor yang mempengaruhi manusia dan pembentukan karakter kepribadiannya. Di antara beberapa faktor lain yang mempengaruhi pengelompokan generasi adalah lingkungan seperti kebiasaan kelompok dimana ia tinggal, pola pengasuhan keluarga serta peristiwa bersejarah di waktu tersebut.

Saatnya kita berbicara tentang generasi alpha. Seperti yang telah disebutkan di atas, mereka yang digolongkan dalam generasi alpha adalah manusia yang lahir dalam kurun waktu 2010-2025.
Di antara karakter menonjol yang dimiliki generasi alpha adalah kecerdasan dan adaptasi yang bagus. Mereka memiliki kecerdasan yang lebih baik dibanding generasi sebelumnya pun kemampuan adaptasi di masa yang serba mudah ini yang juga bagus. Tak jarang kita melihat anak usia 2 tahun sudah pandai memainkan handphone orang tuanya. Ia tahu apa yang harus dipencet saat ingin melihat youtube atau ingin video call bersama kakek nenek.
Mereka juga memiliki keingintahuan yang tinggi, ingin mencoba berbagai hal. Sayangya daya tahan mereka lemah. Inilah yang menjadi tantangan orang tua jaman jigeum. Anak-anak terlihat bersemangat tentang hal baru namun ketika hal itu dicoba tidak mampu bertahan lama.
Tantangan lain orang tua anak generasi alpha adalah mereka memiliki kemandirian yang terbatas.  Anak usia 7 tahun belum mampu membereskan tempat tidurnya sendiri dan bahkan ketika makan masih disuapi oleh ibunya. Cuci piring bekas makannya pun juga kesulitan.
Tak sedikit anak-anak generasi alpha yang mogok sekolah, enggan pergi ke sekolah karena merasa tidak nyaman berada di sekolah. Anak generasi alpha memiliki kemampuan interpersonal atau bersosialisasi dengan teman-temannya yang rendah. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami kawan-kawannya. 
Emosi anak generasi alpha juga mudah sekali tersulut. Mudah marah dan naik turun. Hal ini bisa dipicu oleh pengasuhan yang tidak konsisten, anak yang tidak divalidasi perasaanya, serta tantrum yang tidak direspon dengan baik dengan orang tuanya.
Generasi alpha bisa diistilahkan lahir langsung kenal dengan yang namanya gadget. Generasi ini hidup di zaman serba instan namun ridak diiringi dengan kemampuannya yang instan. Catatan pentingnya adalah saat ini orang tua tidak lagi dihadapkan pada pilihan untuk memberikan gadget pada anak atau tidak. Mengapa? Karena gadget merupakan kebutuhan. 

Peran Orang Tua

Orang tua memiliki peran penting dalam mendidik anaknya. Pendidikan tidak sekedar tentang bagaimana anak bisa mendapat nilai yang terbaik di sekolah. Namun pendidikan utama yang dimaksud meliputi mendidik adab, akhlak, dan ilmu agama secara umum. Mengapa harus demikian? Karena agar Allah Subhanahu wa ta'ala memberihkan rahmat pada keluarga itu dan mereka dijauhkan dari api neraka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." [Q.S. At-Tahrim : 6]
Menuntut ilmu agama sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah adalah prioritas utama bagi kita para orang tua. Karena dengan belajar dan mengamalkannya, maka insya Allah seorang pemimpin keluarga mampu menjaga diri dan keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu.
Di samping terus mencari ilmu agama dan berusaha mengamalkan serta mengajarkan pada anak, orang tua pun perlu mengetahui hal lain yang berkaitan dengan proses tumbuh kembang anak juga bagaimana cara yang tepat membersamai keseharian mereka hingga stimulasi-stimulasi apa yang perlu diberikan. Semua ini bermuara pada satu tujuan utama nan mulia yakni mempersiapkan anak sebagai hamba Allah.
Lalu bagaimana menjadi orang tua ideal untuk anak jaman jigeum?

Tips dan Trik Menjadi Orang Tua Ideal Anak Jaman Jigeum

Sebagai orang tua tentunya kita menginginkan yang terbaik untuk anak bukan? Karena anak adalah amanah yang harus dijaga yang nantinya akan dipertanggungjawabkan. Kunci pengasuhan adalah cinta dan kelemahlembutan tapi bukan berarti menjadi permisif semua diperbolehkan dalam bingkai cinta kepada anak. 
Jadi gimana caranya kita sebagai orang tua dealing dengan anak generasi alpha?
1. Regulasi gadget yang baik
Bukan lagi rahasia anak sekarang tumbuh di era digital. Mereka tumbuh di era dengan teknologi yang sangat berkembang sehingga mereka tidak akan dapat dipisahkan dengan yang namanya gadget. Gadget memang seperti 2 mata pisau. Maka sebagai orang tua, kita harus memiliki know-how perihal pemberian gadget pada anak agar tidak menjadi bumerang.
Saat ini orang tua tidak lagi dihadapkan pada pilihan untuk memberikan gadget pada anak. Mengapa? Karena gadget merupakan kebutuhan. Pemberian gadget sesuai kebutuhan disertai dengan regulasi juga batasan-batasan adalah solusi yang bisa diambil. Orang tua pun harus update, mau untuk belajar, melek teknologi, dan mengikuti perkembangan zaman agar mampu memberikan kontrol kepada putra putrinya.
Contoh saja misalnya kita sebagai orang tua berprinsip anak tidak akan diberikan gadget sampai usia 12 tahun. Namun apakah kita bisa memfilter teman-temannya yang mana teman-temannya ini juga tidak menggunakan gadget? Bisa jadi anak yang tidak diperbolehkan memegang gadget malah mengenal hal-hal yang kurang baik dari temannya. Maka menjadi bijak adalah penting. Dengan mulai mengenal gadget langsung dari orang tua, anak bisa diarahkan untuk menonton tontonan yang bermanfaat tentunya dengan batasan-batasan.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengatur kepemilikan gadget. Anak tidak diberi kuasa penuh atas gadget karena gadget adalah hak milik orang tua. Anak diberikan hak meminjam untuk kepentingan sekolah atau hiburan. Sehingga ketika gadget itu diambil sewaktu-waktu karena anak sudah berlebihan dalam menggunakan, anak tidak merasa terluka atau privasinya terinjak-injak.
*Anak usia 6-12 tahun diperbolehkan untuk main game dengan syarat gamenya adalah game yang telah ditentukan oleh orang tua. Game yang bermanfaat dan tidak ada unsur pelanggaran syariat.
2. Orang tua terlibat dalam proses stimulasi
Ketika saat ini kita memiliki anak usia 0-12 tahun yang pertama harus distimulasi adalah sensori, motorik dan emosinya. Bukan berarti tidak menstimulasi kognitifnya namun stimulasi sensori, motorik, dan emosi akan berpengaruh terhadap kognitifnya. 
Terkadang orang tua hanya melihat 1 sisi saja dari sisi kognitif seperti si anak harus pintar matematika sehingga diikutkan kursus, tapi nyatanya anak tidak memiliki empati kepada orang di sekitarnya walaupun ia pintar matematika. Maka stimulasi kognitif sebaiknya diberikan ketika 3 stimulasi sebelumnya sudah terpenuhi. Stimulasi kognitif ini mudah namun bukan berarti kita bermudah-mudahan dengannya.
Misalnya seorang anak SD, di sekolahnya ia telah mendapatkan stimulasi kognitif saat pelajaran sekolah. Maka ketika sampai di rumah, orang tua bisa mendorong anak untuk bermain di luar mengasah motoriknya seperti bermain bulu tangkis bersama pun mengasah sensorinya dengan nyeker (tidak menggunakan alas kaki) di taman bersama, dan lain sebagainya.
Kemudian perihal stimulasi emosi, orang tua dapat memberikan bahasa cinta seperti perhatian, memberikan apresiasi, mengucapkan maaf dan terima kasih saat menjelang tidur kepada anak, pun juga validasi perasaannya agar ia tahu emosi apa yang sedang dirasakannya apakah sedih kecewa atau yang lainnya. Bahasa cinta dapat dirinci sebagai berikut:
a.  Pujian
Sering diberikan apresiasi sehingga meningkatkan kepercayaannya kepada lingkungan. Memberikan apresiasi atau memuji bukan berarti mendidik anak menjadi lembek namun malah membangun konsep diri yg berujung pada resiliensi. Ketika mereka jatuh mereka akan lebih mudah untuk bangun kembali. Jangan lupa kaitkan setiap pujian kepada Allah, seperti ucapkan masya Allah, barakallahu fiik.
b. Sentuhan
Berikan sentuhan seperti peluk maupun cium karena dengan demikian anak merasa dicintai dan belajar bahasa cinta.
c. Orang tua menawarkan perhatian dan bantuan
Jangan lewatkan kesempatan ketika anak sedang merasa sedih dan susah, tawarkan bantuan dan perhatian sebagai bentuk cinta kita kepadanya.
d.Berikan hadiah
Hadiah tidak harus mahal, sederhana saja yang penting adalah dibersamai dengan  respon kita kepadanya saat memberikan hadiah.
e. Meluangkan waktu untuk mereka
Dengan meluangkan waktu untuk mereka, bermain bersama dan masuk ke dunia mereka, akan ada memori indah bersama orang tuanya yang terekam dan menjadi kenangan indah untuk mereka
3. Orang tua terlibat dalam tugas kemnadirian 
Mengatasi kemandirian yang terbatas adalah dengan meningkatkan stimulasi kemandiriannya. Generasi alpha yang usianya memasuki 6 tahun sudah harus dibiasakan untuk mandiri seperti mampu mencuci piringnya sendiri atau merapikan tempat tidurnya. Pun juga sudah mulai dibiasakan untuk belajar shalat karena perintah shalat turun untuk anak ketika usianya 7 tahun. Tak lupa orang tua membersamai dan memberikan contoh bukan hanya diperintah saja.
Anak ketika hanya diperintah saja namun tidak bersamai dan diberikan contoh maka akan melihat orang tuanya sebagai pribadi yang tidak konsisten karena misalnya orang tua menyuruh anaknya membersihkan kamar namun orang tuanya justru main handphone. Tidak hanya itu, kelak anak akan menjadi pribadi yang bossy karena ia berada dalam tekanan dan melihat figur orang tua yang hanya suka memerintah tanpa adanya aksi. Anak bisa menjadi bossy kepada orang yang statusnya di bawahnya seperti adik atau adik kelas pun kepada ART.
Mekanisme reward and punishment dapat menjadi solusi dalam membantu anak untuk menyelesaikan tanggung jawabnya dan meningkatkan kemandiriannya. Misalnya anak diberi tugas untuk membersihkan kamar atau menyelesaikan hafalan 1 surat. Ketika anak tidak berhasil beri punishment misal jatah main gamenya berkurang atau tidak dapat sama sekali.
Namun ketika ia berhasil menyelesaikannya maka beri reward berupa pujian dan misalnya poin yang dikumpulkan hingga akhir pekan untuk ditukar dengan jalan-jalan. Creating good memories untuk anak dibawah usia 12 tahun adalah hal yang penting agar ia memiliki memori indah untuk dikenang bersama orang tuanya. Karena di usia 12 tahun awal adalah waktu yang tepat untuk meninggalkan kesan mendalam.
Generasi alpha mengalami kesulitan dalam memahami kawan-kawannya. Maka cara untuk meningkatkan kemampuan interpersonal adalah dengan banyak mengajaknya berbicara berkomunkasi yang baik. Kemudian bisa juga anak diajak jalan kaki keluar rumah sekitar rumah kemudian sambil menyapa tetangga sekitar. Jadilah orang tua yang cekatan ketika anak kita misalnya mengganggu anak lain. Kita harus segera untuk mengarahkannya karena tidak ada orang tua manapun yang rela anaknya diganggu, betul?
Anak² generasi alpha cenderung memiliki cara pikir yg instan karena memang di zamannya semua serba mudah. Maka mereka perlu dilatih untuk belajar menunggu, belajar memiliki alternatif pilihan,  belajar menerima kalau mereka tidak memperoleh apa-apa.
Dalam mengatasi daya tahan yang lemah, orang tua dapat membuat kesepakatan dengan anak. Seperti ketika akan mencoba suatu hal yang baru maka harus dikomitmenkan. Contohnya ketika anak usia 7 tahun ingin les berenang, maka harus dikomitmenkan hingga berapa lama misalnya 6 bulan lalu kemudian dievaluasi apakah masih ingin lanjut atau berganti ke hal yang lain. Karena biasanya anak generasi alpha mudah bosan dan tidak bertahan lama untuk mencoba sesuatu yang baru.
Usia anak mempengaruhi bagaimana kita memperlakukannya. Untuk anak remaja tidak bisa diperlakukan sama dengan anak usia balita. Anak remaja suka sekali mengikuti lingkungan atau kalau bahasa sekarang sukanya nongkrong. Maka sebagai orang tua kita harus membantu anak supaya ia bisa memiliki support group yang baik atau punya "lingkungan tongkrongan yang baik". Misalnya sesama remaja masjid yang akhir pekannya disibukkan menjadi panitia kajian sunnah dibanding nongkrong di kafe dengan obrolannya yang ngalor ngidul.
Last but not least, sebagaimana kata para Ulama puncak pengasuhan adalah doa. Banyak berdoa kepada Allah karena doa adalah senjata orang-orang mukmin.

                                                   

Referensi:

Kajian dari Yayasan Anak Muslim Ceria (AMCA) berjudul Orang Tua Ideal Generasi Alpha oleh Kak Yogi Kusprayogi, M.Psi., Psikolog hafidzahullahu ta'ala
https://youtu.be/-7WF0CtVxns

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penting Untuk Dibaca Buat yang Suka Overthinking

Kadang-kadang yang namanya manusia suka overthinking ya. Berlebihan mikir gitu lho. Gimana kalau gini terus gimana kalau gitu. Bisa jadi kalau yang single dan ingin menikah, kepikiran nanti bakalan nikah sama siapa. Terus bisa nggak ya pasangannya menerima kelebihan dan kekurangannya. Nanti kalau nggak bisa bakal gimana ya rumah tangganya? Kalau yang anak sekolahan atau kuliahan bisa jadi overthinkingnya tentang gimana kalo sekolahnya atau kuliahnya susah, nanti bakal lulusnya gimana, kerja dimana, terus bisa memenuhi keinginan orang tuanya atau nggak, dan sebagainya. Sebagai orang tua pun kadang overthinking. Misalnya aku sebagai seorang ibu kadang-kadang kepikiran gimana ya nanti kalau anakku sudah besar, apakah dia bisa menjaga dirinya sendiri di zaman seperti ini zaman yang penuh fitnah? Aku rasa aku nggak sendirian menjadi orang tua yang overthinking. Banyak ibu-ibu juga bapak-bapak yang berpikir yang sama denganku. Memiliki kekhawatiran tersendiri untuk buah hati mereka. Ya yang

Aku Ingin Menyerah, Tapi...

  Tiba-tiba air mata menetes membasahi pipi. Dada terasa nyeri dan sesak. Sudah berminggu-minggu, aku berada dalam kondisi yang tak menentu. Jantungku berdebar ketakutan tiap kali suara nafas yang semakin berat itu terdengar olehku. Memori buruk menyeruak menjadikanku berpikir berlebihan. Sore itu aku harus pergi meninggalkan zona nyamanku. Dengan persiapan yang seadanya, aku pergi dan berharap semua akan segera baik-baik saja sehingga aku segera kembali. Kukira kepergianku hanya sebentar. Namun, nyatanya Allah Subhanahu wa ta'ala  berkehendak lain. Aku mengeluh dan merasa berat. Aku mengadu pada Dia Yang Maha Kuasa. Mengapa aku harus ada di posisi seperti ini? Aku lelah Ya Allah. Aku merasa berat dan tidak ingin berada di posisi seperti ini. Aku merasa ingin menyerah. Berbagai skema "andai saja" muncul di kepalaku. Berangan-angan andai tidak begini dan begitu pasti aku tidak akan ada di masa sulit ini. Tapi ternyata semua itu percuma. Hai diriku! Percuma kamu berandai-an

Mencetak Generasi Terbaik Bersama Semen Baturaja

Yang namanya manusia tidak lepas dari keinginan. Bener nggak sih ? Namun ada yang sekedar ingin tetapi tidak memperjuangkan keinginannya. Di sisi lain ada yang berjuang untuk merealisasikan keinginan itu. Ya kalau kita bisa bilang keinginan yang diperjuangkan itu ada yang berwujud sebagai  impian maupun cita-cita. Hal Besar Dalam Hidup Teman-teman tentunya pernah melewati hal besar dalam hidup bukan? Tak jarang hal itu membuat kita menjadi berbenah dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bahkan impian-impian besar dapat terlahir dari kondisi yang menurut kebanyakan orang tidak ideal. Di tahun 2019 aku menikah dengan seorang lelaki yang sudah kukenal sejak lama karena kami satu SMA. Kebahagiaan terus menyelimuti hingga tahun berikutnya. Alhamdulillah bayi laki-laki mungil lahir dari rahimku setelah begitu banyak perjuangan dilakukan.  Sayangnya kami hanya bersama kurang dari 48 jam. Di usianya yang belum genap 2 hari, kami harus terpisah. Pagi itu tiba-tiba suamiku berteriak memanggil