Kadang-kadang yang namanya manusia suka overthinking ya. Berlebihan mikir gitu lho. Gimana kalau gini terus gimana kalau gitu. Bisa jadi kalau yang single dan ingin menikah, kepikiran nanti bakalan nikah sama siapa. Terus bisa nggak ya pasangannya menerima kelebihan dan kekurangannya. Nanti kalau nggak bisa bakal gimana ya rumah tangganya? Kalau yang anak sekolahan atau kuliahan bisa jadi overthinkingnya tentang gimana kalo sekolahnya atau kuliahnya susah, nanti bakal lulusnya gimana, kerja dimana, terus bisa memenuhi keinginan orang tuanya atau nggak, dan sebagainya. Sebagai orang tua pun kadang overthinking. Misalnya aku sebagai seorang ibu kadang-kadang kepikiran gimana ya nanti kalau anakku sudah besar, apakah dia bisa menjaga dirinya sendiri di zaman seperti ini zaman yang penuh fitnah? Aku rasa aku nggak sendirian menjadi orang tua yang overthinking. Banyak ibu-ibu juga bapak-bapak yang berpikir yang sama denganku. Memiliki kekhawatiran tersendiri untuk buah hati mereka. Ya yang
Kalau kamu sedang berada di luar rumah, misalnya sedang mengantri di sebuah rumah sakit, lalu diajak ngobrol oleh orang yang berada di sebelah rasanya bagaimana? Biasa aja kan ya? Sama akupun begitu. Tapi berbeda dengan pengalamanku yang unik ini, hehe. Hal itu jadi ngga biasa karena ada slentingannya. Begini ceritanya. Qadarullah saat itu Utsman sakit dan kami pergi untuk memeriksakan kondisinya kepada salah seorang dokter spesialis anak di sebuah rumah sakit. Setelah melakukan pemeriksaan, Utsman diminta untuk cek darah di laboratorium rumah sakit tersebut oleh beliau sebagai pemeriksaan penunjang. Sambil menunggu panggilan untuk pengambilan darah, ada seorang ibu yang usianya kurang lebih 50-60 tahunan yang duduk di samping saya. Beliau sedang mengantar cucunya untuk periksa ke dokter spesialis anak. Awalnya kami tidak berbincang karena fokus pada kegiatan masing-masing. Saya memangku utsman sambil men- sounding tentang proses ambil darah yang akan ia jalani dan ibu tersebut mene