Penderita asma umumnya akan panik jika tiba-tiba ada suara wheezing alias ngik ngik seperti suara seruling. Termasuk saya si penderita asma sedari belum bisa membaca. Bersamaan dengan wheezing, muncul pula kondisi dada berat dan nafas pendek. Mengapa saya menjadi panik? Karena kondisi itu adalah alarm bagi saya bahwa saya sedang dalam serangan asma.
Menurut WHO, asma adalah kondisi jangka panjang yang dapat mempengaruhi anak-anak maupun orang dewasa. Saluran udara di paru-paru menjadi sempit karena peradangan dan pengencangan otot-otot di sekitar saluran nafas.
Pada penderita asma, pemicu munculnya serangan dapat bervariasi. Ada yang disebabkan oleh rokok, debu, dingin, serbuk sari dan lain sebagainya termasuk makanan tertentu. Kalau saya, pemicu asmanya adalah debu, udara dingin, bulu, asap rokok, dan juga coklat. Yaps coklat. Apabila kondisi saya tidak fit dan asma sedang dalam fase tidak terkontrol makan coklat dapat memicu timbulnya serangan asma.
Menghirup udara bebas
Oksigen di udara bebas yang dengan mudahnya kita hirup, tidak dapat terjadi pada penderita asma yang sedang dalam serangan. Inilah apa yang selalu saya rasakan ketika serangan timbul. Saya tidak mampu menghirup udara dengan bebas. Dada terasa sesak seperti ditimpa benda besar dan berat atau seperti diikat dengan rapatnya menggunakan tali tampar sehingga sulit bernafas. Untuk mengembangkan dada menarik nafas pun susah sekali rasanya.
Kita sebagai manusia kadang sering sekali lupa. Ya, lupa untuk mensyukuri besarnya nikmat yang satu ini. Nikmat cuma-cuma yang Allah Ta'ala berikan baik bagi mereka yang beriman maupun tidak. Bernafas dengan mudah tanpa bantuan obat maupun alat.
Perjalanan panjang
Ketika saya masih kanak-kanak, asma tidak begitu mengganggu kualitas hidup saya. Serangan sangat jarang terjadi. Mungkin setahun bisa dihitung dengan jari. Ya sedikit sekali. Namun ketika beranjak SMA, serangan parah yang mengharuskan saya berbaring di rumah sakit selama beberapa hari terjadi. Dari sinilah perjalanan kesabaran menjadi survivor asma sesungguhnya dimulai. Saya diharuskan rutin konsumsi obat asma sehari dua kali yakni pagi dan malam agar kondisi asma tersebut terkontrol.
Masa yang dinantikan tiba. Akhirnya setelah bertahun-tahun lamanya bergelut dengan obat, kurang lebih selama 7 tahun, saya bisa berhenti menggunakan obat tersebut alias lepas obat. Tentunya dengan pemantauan dari dokter spesialis paru. Betapa bahaginya diri ini. Sungguh pertolongan Allah itu dekat. Hanya Allah yang dapat memampukan saya untuk berada pada kondisi asma terkontrol tanpa obat. Pun dalam kondisi terkontrol dengan obat.
Nerimo lan pasrah
Dada berdebar sangat kencang. Nafas pendek dan tersengal-sengal. Saya mampukan diri untuk tetap berjalan hingga akhirnya saya pun terbaring di bed UGD sebuah rumah sakit. Alat bantu nafas segera dipasangkan dan dokter datang memeriksa kondisi saya. Itulah serangan asma parah yang muncul di saat saya sedang berbadan dua. Mengandung anak saya yang masih berusia tiga bulan dalam rahim.
Sejak hari itu, dokter memvonis asma saya tidak terkontrol sehingga harus kembali untuk rutin menggunakan obat. Air mata tidak terasa menetes. Dada terasa sakit karena sedih. Dunia serasa runtuh. Asma yang saya jaga bertahun-tahun agar tidak kambuh, pada saatnya kambuh juga. Menyendiri kemudian merenung. Memang saya yang salah, mengandalkan diri sendiri. Bukan mengandalkan Allah. Karena sebenarnya saya hanya mahluk yang lemah.
Takdir telah Allah tulis 50.000 tahun sebelum langit dan bumi diciptakan. Saya memang sudah ikhtiar menjaga kondisi, namun ada satu hal yang terlupa. Sesungguhnya segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Manusia hanya bisa berikhtiar, sisanya Allah-lah yang menenrukan. Pun kondisi saya saat ini. Tidak ada yang bisa saya lakukan selain menerima apa yang sudah Allah tetapkan.
Saya harus berdamai dengan diri sendiri dan tidak menyalahkan kondisi sembari memohon pertolongan Allah tentunya. Kondisi ini adalah ujian dalam kehidupan yang harus saya lalui. Berharap diberikan kesabaran seluas samudra dan sakit ini dijadikan sebagai penggugur dosa, adalah hal yang harus saya pegang.
Benar, sungguh pertolongan Allah begitu dekat. Keadaan asma saya perlahan membaik. Alhamdulillah ala kulli hal. Saya harus bersyukur bahwa asma saya tidak berdampak buruk terhadap kualitas hidup saya. Tanpa perlu menggunakan bantuan oksigen, saya bisa bebas bernafas dan tidak sesak.
Ikhtiar bukti perjuangan
Tinggal jauh dari orang tua dan tidak ada saudara di tanah rantau, pun kondisi spesial yang saya miliki membuat saya belajar untuk tangguh. Belajar untuk selalu mengandalkan Allah dalam setiap urusan. Sampai urusan sekecil apapun. Allah-lah yang memberikan jalan keluar dari setiap masalah.
Hari demi hari berlalu. Saya terus berikhtiar agar kelak dapat meraih mimpi semua wanita dengan keterbatasan yang saya miliki. Mimpi untuk mampu melahirkan normal, tentunya atas bantuan dan kehendak Allah. Berlatih mengatur nafas setiap hari menjadi jalan yang saya tempuh. Selain itu senam hamil juga menjadi salah satu jalan ikhtiar yang saya ambil.
Ruang tunggu poli kebidanan begitu penuh dan mulai berkurang saat para pasien satu persatu dipanggil. Hingga akhirnya nama saya dipanggil untuk masuk ke ruang periksa. Dokter pun memeriksa dan ternyata sudah masuk bukaan 2. Saya pun diminta untuk menunggu kontraksi di rumah saja. Esok harinya kontraksi terasa semakin intens dan saatnya datang ke rumah sakit.
Berbaringlah saya untuk dilakukan pengecekan bukaan. Namun ternyata masih bukaan 2 dan kondisi ketuban rembes. Setelah menunggu kurang lebih 8 jam, tanda-tanda nyata melahirkan belum juga terlihat. Tidak ada kemajuan jumlah bukaan. Keputusan tindakan induksi pun diambil. Tak lama setelah penandatanganan informed consent, selang infus dipasangkan. Tindakan induksi dimulai.
Hitungan jam berlalu. Kontraksi terasa semakin intens. Rasa sakit yang tidak dapat saya deskripsikan. Namun, tiba-tiba dada terasa sesak disertai suara mengi. Nafas pendek dan lemas. Serangan asma saya muncul.
Dokter jaga pun dipanggil. Dipasanglah masker sungkup dan tindakan nebulisasi diberikan untuk mengatasi serangan asma saya. Induksi pun dihentikan dan saat ini dokter hanya fokus untuk mengatasi serangan asma.
Pikiran saya menjadi tak karuan. Saya saja tidak bisa bernafas dengan baik. Bagaimana dengan janin saya? Namun saya tetap mencoba berpikir positif dan hanya berharap pertolongan dari Allah. Tidak mengandalkan diri saya sendiri pun orang yang ada di sekitar saya.
Lagi-lagi Allah tolong saya. Sungguh pertolongan Allah begitu dekat dan nyata. Serangan asma dapat tertangani sehingga proses induksi kembali dilanjutkan. Semakin lama kontraksi semakin intens. Rasa sakit pun semakin menjadi-jadi. Tidak dapat saya ungkapkan bagaimana sakitnya. Rasa yang benar-benar tidak dapat saya tahan. Berusaha untuk terus beristighfar dan membaca kalimat thayyibah menjadi jalan ninjaku.
Suara lirih tangis bayi pun terdengar. Allahu akbar. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmus shalihat. Sungguh setelah mengejan berulang kali karena nafas yang pendek setelah serangan, Allah mampukan saya untuk dapat melahirkan buah hati tercinta secara normal. Nikmat Allah begitu banyak dan tak terhingga.
***
Sebagai seorang hamba, hanya kepada Allah kita berserah. Menyerahkan segala urusan tanpa terkecuali. Memohon, merajuk, merengek agar Allah mampukan kita untuk menerima dan melewati segala kondisi. Bersyukurlah selalu atas setiap kondisi karena hanya Allah yang tahu apa yang baik untuk hamba-Nya.
Sungguh pertolongan Allah itu dekat.
Sungguh pertolongan Allah itu nyata.
Komentar
Posting Komentar